الدليل على تنـزيه الله عن المكان والجهة من القرءان

ـ قال الله تعالى :{ليس كمثلِه شىء} سورة الشورى/11]، أي أن الله تعالى لا يشبه شيئًا من خلقه بوجه من الوجوه، ففي هذه الآية نفي المشابهة والمماثلة، فلا يحتاج إلى مكان يحُل فيه ولا إلى جهة يتحيز فيه

ـ قال الله تعالى :{وللهِ المثَلُ الأعلى} سورة النحل/60] أي الوصف الذي لا يشبه وصف غيره، فلا يوصف ربنا عزَّ وجلَّ بصفات المخلوقين من التغيّر والتطور والحلول في الأماكن والسُّكْنى فوق العرش، تعالى اللهُ عن ذلك علوًّا كبيرًا

ـ ومما يدل على ما قدمنا قول الله تعالى :{فلا تضربوا للهِ الأمثال}سورة النحل/74

أي لا تجعلوا لله الشبيهَ والمِثْل فإن اللهَ تعالى لا شبيه له ولا مثيل له، فلا ذاتُه يشبه الذواتِ ولا صفاتُه تشبه الصفاتِ

ـ وقال الله تعالى :{هل تعلمُ لهُ سميًّا} سورة مريم/65] أي مِثلاً، فالله تعالى لا مِثْلَ له ولا شبيه ولا نظير، فمن وصفه بصفة من صفات البشر كالقعود والقيام والجلوس والاستقرار يكون شَبَّهَهُ بهم


وقال الله تعالى :{وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ} سورة الإخلاص/4] أي لا نظير له بوجه من الوجوه، وهذه الآية قد فسَّرتها ءاية الشورى :{ليس كمثله شىء

كذلك مما يدل على تنـزيهه تعالى عن المكان قول الله تعالى :{هُوَ الأَوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ} [سورة الحديد/3] قال الطبري في تفسيره: "فلا شىء أقرب إلى شىء منه، كما قال :{وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ} سورة ق/16]" اهـ. أي أن الطبري نفى القُرْبَ الحِسِّي الذي تقول به المجسمةُ، أما القرب المعنوي فلا يَنفيه، وهذا دليل على تنزيه الله عن المكان والجهة
فالله تعالى هو الأول أي الأزلي الذي لا ابتداء لوجوده، كان ولم يكن مكانٌ ولا زمان ثم خلق الأماكنَ والأزمنة ولا يزال موجودًا بلا مكان، ولا يطرأ عليه تغيّر لا في ذاته ولا في صفاته




Mencari Berkah Dengan Peninggalan-Peninggalan Nabiy

          Ketahuilah bahwa para sahabat --semoga Allah meridlai mereka-- mencari berkah dengan peninggalan-peninggalan nabi baik di masa hidupnya maupun setelah matinya. Dan semua orang Islam hingga kini masih melakukan hal tersebut. Kebolehan perkara ini diketahui dari perbuatan nabi sendiri, yaitu ketika beliau mencukur rambutnya pada haji Wada’ (haji terakhir yang beliau lakukan) dan membagi-bagikan rambut dan potongan kukunya. Pembagian rambut ini diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim dari hadits Anas. Dalam lafazh riwayat Muslim, Anas berkata: “Saat selesai melempar Jumrah dan memotong kurbannya, Rasulullah mencukur rambutnya. Beliau mengulurkan bagian kanan rambutnya kepada pencukur untuk memotongnya, kemudian memanggil Abu Thalhah al Anshari dan memberikan kepadanya potongan rambut tersebut. Kemudian Rasulullah mengulurkan bagian kiri rambutnya kepada pencukur, beliau berkata: “Potonglah!”. Lalu memberikannya kembali kepada Abu Thalhah seraya berkata: “Bagikanlah di antara manusia”. Dalam riwayat lain: “maka mulai --dipotong-- dari bagian kanan dan membagikan sehelai dua helai rambut di antara manusia. Kemudian pada bagian kiri, juga dibagi-bagikan. Rasulullah berkata kepada Abu Thalhah: “Abu Thalhah kemarilah!”, kemudian Rasulullah memberikan Potongan rambutnya kepadanya.
          Dalam riwayat lainnya: “Rasulullah berkata kepada pencukur: “di sini!”, sambil memberi isyarat ke bagian kanannya, kemudian beliau membagikan kepada orang-orang yang berada di dekatnya. Lalu memberi isyarat kembali kepada pencukur ke bagian kirinya, setelah dicukur potongannya diberikan kepada Ummu Sulaim. Pada hadits ini penjelasan bahwa sebagian rambut, Rasulullah sendiri yang membagikan di antara orang-orang yang dekat dengannya dan sebagian lainnya diberikan kepada Abu Thalhah untuk dibagikan
kepada semua orang dan sebagian lainnya beliau berikan kepada Abu Thalhah. Dalam hadits ini penjelasan tentang mencari berkah dengan peninggalan-peninggalan nabi. Nabi membagi-bagikan rambutnya agar mereka mengambil berkah dengannya dan mencari syafa'at serta taqarrub kepada Allah dengan sesuatu dari diri beliau. Beliau membagi-kanbagikannya agar menjadi berkah yang langgeng dan sebagai kenang-kenangan bagi mereka. Dari sinilah kemudian orang-orang yang dimuliakan Allah dalam kehidupan mereka
mengikuti apa yang dilakukan para sahabat dalam mencari berkah dengan peninggalan-peninggalan Rasulullah. Dimana hal ini kemudian menjadi tradisi yang diwarisi kaum khalaf dari kaum salaf.
          Adapun peristiwa pembagian potongan kuku, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya bahwa nabi memotong kuku-kukunya dan membagikannya di antara manusia.
           Adapun tentang jubahnya nabi, diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya dari budak yang dimerdekakan Asma’ binti Abi Bakr, berkata: “ia (Asma Binti Abi Bakr) mengeluarkan jubah --dengan motif-- thayalisi dan kasrawani (semacam jubah kaisar) berkerah sutera yang kedua lubangnya tertutup. Ia (Asma’) berkata: ini adalah jubah Rasulullah, semula berada di ‘Aisyah, ketika ia wafat aku mengambilnya. Dahulu ini dipakai Rasulullah, kita mencucinya yang air cuciannya kita jadikan obat bagi orang-orang yang sakit”. Dalam riwayat lain: “kita mencucinya bagi orang yang sakit di antara kita”.
Dan dari Hanzhalah bin Hadzyam berkata: “aku mengikuti rombongan bersama kakekku; Hadzyam menuju Rasulullah, ia (Hadzyam) berkata: “Ya Rasulallah sesungguhnya aku memiliki beberapa anak laki-laki yang sudah besar dan ini yang paling kecil di antara mereka. Kemudian mendekatkanku kepada Rasulullah, lalu ia mengusap kepalaku seraya berkata: “Allah memberkatimu”. Ad Dzayyal berkata: “Aku melihat hanzhalah didatangi orang yang bengkak wajahnya atau orang yang membawa kambing yang bengkak susunya, ia (Hanzhalah) berkata: “dengan nama Allah atas tempat usapan telapak tangan Rasulullah”, kemudian ia mengusapnya hingga hilanglah bengkaknya. Demikian diriwayatkan at Thabarani dalam al Mu’jam al Ausath dan al Mu’jam al Kabir juga diriwayatkan Ahmad dalam hadits yang panjang yang semua para perawinya terpercaya.
         Dan dari Tsabit berkata: “apabila aku mendatangi Anas (ibn Malik), ia (Anas) --selalu-- diberi tahu tentang tempatku, maka aku masuk kepadanya dan meraih kedua tangannya untuk aku cium, aku berkata: “Demi Ayahku kedua tangan inilah yang telah meraih Rasulullah”, kemudian juga aku cium kedua matanya, aku berkata: “Demi ayahku kedua mata inilah yang telah melihat Rasulullah”. diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan para perawinya shahih selain ‘Abdullah ibn Abu Bakr al Muqdami yang terpercaya (tsiqah).
         Dan dari Dawud ibn Abi Shalih berkata: “suatu hari Marwan datang dan mendapati seseorang yang meletakkan wajahnya di atas makam --Rasulullah--. Marwan berkata: “sadarkah apa yang engkau lakukan?”. Ketika mendekat ternyata ia adalah sahabat Abu Ayyub al Anshari. Abu Ayyub berkata: “ya, aku mendatangi Rasulullah, bukan mendatangi batu, aku mendengar Rasulullah bersabda: “janganlah kalian menangisi agama jika dipimpin oleh ahlinya, tapi tangisilah ia bila dipimpin oleh yang bukan ahlinya”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan At Thabarani dalam al Kabir dan al Ausath.
        Maka setelah ini tidak terdapat lagi anggapan bagi mereka yang mengingkari tawassul dan tabarruk (mencari berkah) dengan peninggalan-peninggalan nabi yang mulia. Al Baihaqi dan lainnya meriwayatkan dengan sanad bahwa sahabat Khalid bin al Walid pada peperangan Yarmuk kehilangan pecinya, ia berkata --kepada prajuritnya--: “carilah!”, namun mereka tidak menemukannya. Setelah dicari kembali akhirnya mereka menemukannya dan ternyata sebuah peci yang sudah lusuh. Khalid berkata: “ketika Rasulullah umrah dan memotong rambutnya, banyak orang berebut mengambil bagian pinggir rambutnya. Namun aku mendahului mereka untuk meraih --rambut— dari ubun-ubunnya dan aku letakkan di peci ini hingga tidak ada satu peperanganpun yang aku ikuti kecuali aku meraih kemenangan bersamanya”.[]